Sport
Selasa, 15 November 2011 - 09:06 WIB

Berguru fair play dari para bocah

Redaksi Solopos.com  /  Budi Cahyono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Lapangan Sendangadi, Mlati yang terletak di ruas Jalan Magelang, sejak Minggu (13/11) terlihat ramai dipenuhi wajah-wajah belia. Di tepi lapangan, berderet para penjaja mainan anak serta makanan seperti cimol, es krim layaknya pasar malam tujuhbelasan.
   
Namun, hajatan setiap sore itu bukan pasar malam melainkan turnamen sepak bola antar-SSB Bintang Putra Mlati (BPM) Cup. Turnamen tersebut untuk petama kalinya diselenggarakan SSB BPM dalam rangka miladnya yang keempat.
   
Puluhan SSB beradu taktik dan strategi untuk menjadi yang terdepan. Untuk kelompok U-11, gelar juara sudah dikunci SSB AMS. Saat ini giliran kelompok umur sembilan tahun yang masih melakoni babak penyisihan grup.
   
Meskipun dari segi skill dan strategi, para bocah yang bertanding di lapangan belum terlihat sempurna, tapi ada satu hal yang menggelitik untuk diselami lebih dalam yakni permainan bersih, atau yang beken diistilahkan fair play.
   
Lihat saja di lapangan. Saat dijegal lawan, mereka tidak menunjukkan ekspresi marah sedikitpun. Yang ada hanya tersenyum serta tangan saling menjabat tanda permintaan maaf. Sungguh suatu pemandangan yang kontrak jika dibandingkan dengan para pemain senior, yang lebih sering mempertontonkan belada diri silat di tengah lapangan sepak bola.
   
Menurut dosen psikologi olahraga FIK UNY, Dimyati, pada umumnya di Sekolah Sepak Bola (SSB) yang tersebar di seluruh Indonesia, para pelatih hanya mengajarkan kemampuan fisik dan teknik pada peserta didik. “Oleh karena itu, kemenangan menjadi tujuan akhir dalam setiap pertandingan maupun latihan,” katanya saat ditemui di lapangan Kadisono, Berbah, belum lama ini.
   
Sebaliknya, nilai-nilai fair play seperti kejujuran, bermain bersih, serta menghargai lawan tidak pernah diajarkan. Oleh karena itu, tidak heran jika dalam pertandingan kompetisi liga nasional, masih ada pemain sepak bola yang saling beradu jotos di tengah lapangan.
   
Berangkat dari fenomena tersebut, Dimyati yang saat ini tengah menempuh pendidikan doktoral di Universitas Negeri Surabaya, membuat model pembelajaran fair play pada remaja melalui media sepak bola, sebagai materi desertasinya.
   
Sejak dua bulan terakhir, Dimyati melakukan penelitian di SSB CMB sebagai SSB percontohan di mana para peserta didiknya diajarkan untuk selalu mengedepankan nilai-nilai fair play dalam latihan, uji coba maupun turnamen. “Hasilnya mulai terlihat di mana para pemain lebih disiplin, jarang melakukan pelanggaran, menghormati wasit serta lebih bertanggung jawab dalam latihan,” tambahnya.
   
Sebagai kesimpulan akhir, dia akan menilai kualitas fair play di SSB percontohan dengan SSB yang tidak menggunakan model pembelajaran fair play. Dimyati mengaku terinspirasi dengan model pembelajaran akademi sepak bola Barcelona.
   
Di akademi yang mencetak parap emain kelas dunia seperti Andres Iniesta dan Xavi Hernandez tersebut, para pemain tidak diajarkan untuk menang tapi, untuk bermain bersih dan fair play. “Hal ini yang masih jarang terjadi di Indonesia” tukasnya lagi.
   
Ia merencanakan seusai melakukan penyusunan desertasi tersebut, model pembelajaran fair play akan ditawarkan ke PSSI agar bisa diadopsi semua SSB yang ada di Indonesia. “Keinginan saya agar model ini juga bisa digunakan di Indonesia. Harus ada revolusi pembelajaran olahraga,” katanya.(Wartawan Harian Jogja/MG Noviarizal Fernandez)

HARJO CETAK

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Kata Kunci :
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif