SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Paris (Solopos.com)– Pada awalnya, Li Na berniat menekuni badminton. Ketika akhirnya banting setir di tenis, wanita 29 tahun itu sempat menemui sejumlah rintangan. Namun kini Li Na memetik hasil usaha kerasnya.

Li Na berhasil menorehkan sejarah baru di dunia tenis profesional dengan mencatatkan diri sebagai petenis pertama asal Asia yang menjuarai Grand Slam nomor tunggal.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Kepastian itu didapatkan oleh Li Na usai menjadi pemenang di Prancis Terbuka 2011 dengan mengalahkan juara bertahan Francesca Schiavone di babak final.

Dikutip dari AFP, Li Na melakoni jalan berliku dalam menekuni dunia tenis profesional. Awalnya wanita kelahiran 26 Februari 1982 itu menekuni badminton.

Namun Li Na muda, ketika itu berusia sembilan tahun, harus melupakan olahraga tepok bulu. “Setelah bermain selama dua tahun, pelatih badminton berkata pada saya: ‘kamu tidak terlalu bagus bermain badminton, sebab sepertinya kamu lebih cocok main tenis, kamu harus berpindah ke tenis’,” kata Li Na.

Memang, China seakan memiliki stok atlet yang berlebih untuk cabang badminton. Bahkan untuk saat ini, ada beberapa pebulutangkis China yang membela negara lain karena gagal bersaing di negeri sendiri.
Li Na sempat ragu dengan pernyataan sang pelatih. “Saat itu tenis tak begitu terkenal di China. Setelah keluarga saya melihat lapangan, mereka mengatakan: oke, kita lakukan perubahan,” jelas petenis yang kini berperingkat empat dunia itu.

Bukan mudah bagi Li Na untuk melakoni olahraga baru-nya. “Saya merasa sedih karena setiap hari saya harus bangun pagi untuk berlatih sebelum pergi ke sekolah. Sepulang sekolah saya latihan lagi dan kemudian masih ada kewajiban mengerjakan PR. Saya tak punya waktu untuk bermain,” ungkapnya di CNN.

Awal karir profesional wanita kelahiran Wuhan itu tidak mulus. Ia sempat frustrasi untuk bisa masuk ke babak utama Grand Slam. Selanjutnya di awal usia 20 tahun ia pensiun selama dua tahun dan belajar tentang jurnalistik.

Setelah kembali dari masa “pengasingan diri”, Li Na mencatat prestasi sebagai petenis pertama asal China yang menjuarai titel WTA di Guangzhou tahun 2004.

Dua tahun kemudian ia menjadi petenis pertama dari Negeri Tirai Bambu yang berhasil masuk perempatfinal Grand Slam yakni di Wimbledon.

Karir wanita yang terjun di dunia tenis pro tahun 1999 itu terus meningkat. Namun begitu tetap ada sejumlah ganjalan.

Ia sempat berselisih dengan otoritas olahraga di negaranya dan memutuskan untuk mengundurkan diri dari pelatnas di tahun 2008.

Namun tuntutan untuk mandiri diakui oleh Li Na membuat kiprahnya menjadi lebih baik.

Di tahun 2010, pemegang gelar sarjana jurnalistik di Universitas Ilmu dan Teknolgi Huazong ini berhasil mengguncang dunia. Bersama rekan senegaranya Zheng Jie, ia dijuluki si “bunga emas” seiring dengan prestasi mereka di Australia Terbuka.

Satu setengah tahun setelah itu, sang “bunga emas” pun telah mekar di taman bernama Rolland Garros.

Kemenangan yang diraih Li Na atas Francesca Schiavone di babak final Prancis Terbuka 2011 mengantarkannya mengukir sejarah baru menjadi petenis pertama asal Asia yang memenangi Grand Slam.

Prestasi telah diraih, sejarah telah diukir. Li Na belum puas. Dia masih ingin terus membuktikan kualitasnya, sebelum nanti akhirnya memenuhi kodrat-nya sebagai perempuan yakni memiliki anak.
“Saya ingin bermain semampu saya, mungkin dua hingga tiga tahun ke depan. Saya menyukai anak-anak jadi saya berharap setelah itu semua, saya bisa memiliki bayi,” ujar dia.(detikcom)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya