Sport
Rabu, 11 Desember 2019 - 22:00 WIB

Pelatih Persis Solo Ungkap Kekurangan Timnas Indonesia di Final SEA Games

Chrisna Chaniscara  /  Ahmad Baihaqi  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Timnas Indonesia U-23 menelan kekalahan dari Timnas Vietnam U-23 di final sepak bola putra SEA Games 2019. (Antara/Sigid Kurniawan)

Solopos.com, SOLO — Pelatih Persis Solo yang juga anggota Timnas saat menjuarai SEA Games 1991, Salahudin, kecewa berat dengan kekalahan Osvaldo Haay dkk. di babak final SEA Games 2019. Salahudin menilai Timnas terlalu mengandalkan aspek teknik sehingga dengan mudah dipermak Vietnam tiga gol tanpa balas.

Hal itu disampaikan Salahudin saat berbincang dengan Solopos.com di mes Persis Solo di Karangasem, Laweyan, Rabu (11/12/2019). Dia mengakui tim asuhan Indra Sjafri memiliki skill, kecepatan dan penguasaan bola yang mumpuni. Namun di laga sekrusial itu, dia menilai Timnas terlalu naif jika hanya mengandalkan kepiawaian dan teknik individu.

Advertisement

“Sukses itu dari banyak aspek, mulai fisik, teknik, taktik hingga mental. Sebuah tim juga harus punya trik-trik yang membuat lawan hilang fokus. Nah ini yang tidak dimiliki tim asuhan Indra Sjafri,” ujar Salahudin.

Dia melihat Vietnam yang justru menerapkan “trik-trik nakal” sejak awal sehingga mengganggu konsentrasi Garuda Muda. Salah satu insiden yang membuat pendukung Timnas naik pitam terjadi di menit ke-20 saat kaki Evan Dimas diinjak bek Vietnam, Doan Van Hau. Evan pun harus ditarik ke luar lapangan. Setelah itu permainan Zulfiandi dkk. cenderung tanpa arah.

“Saya lihat pemain Vietnam memang sengaja mengincar Evan. Mereka tahu kalau Evan terus main, bisa habis mereka. Terbukti setelah Evan keluar, Timnas mulai gentar. Apalagi setelah gol pertama Vietnam,” ujar Salahudin yang saat menjuarai SEA Games 1991 berposisi sebagai bek kiri.

Advertisement

Salahudin menyebut trik-trik kotor semacam itu kadang diinstruksikan pelatih secara tidak langsung untuk memperbesar peluang menang tim. Dia mengakui Anatoli Polosin, pelatihnya di SEA Games, tak jarang menginstruksikan pemain untuk mematikan bintang lawan “dengan cara apapun”.

Singapura dan Thailand pernah menjadi korban Timnas pada 28 tahun silam. Singapura dibekuk di semifinal lewat adu penalti. Raja Asia Tenggara, Thailand, pun akhirnya keok lewat adu tos-tosan di babak final.

“Dulu yang namanya Fandi Ahmad itu pemain luar biasa, kami harus bisa matikan dia kalau mau menang lawan Singapura. Saat itu Fandi akhirnya hanya bermain beberapa menit karena kakinya cedera. Bisa dibilang apa yang Vietnam lakukan sekarang sama dengan pendekatan kami dulu.”

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif