SOLOPOS.COM - SEPI—Toko olahraga yang menjual jersey PSIM di sekitar kawasan Stadion Mandala Krida tampak sepi, Kamis (26/7). (JIBI/Harian Jogja/Arief Junianto)

SEPI—Toko olahraga yang menjual jersey PSIM di sekitar kawasan Stadion Mandala Krida tampak sepi, Kamis (26/7). (JIBI/Harian Jogja/Arief Junianto)

Kebijakan PT Liga Indonesia selama PSIM mengarungi Divisi Utama PT Liga Indonesia berpengaruh terhadap penjualan pernak-pernik klub itu. Jersey Laskar Mataram kurang diminati suporter.

Promosi Banjir Kiper Asing Liga 1 Menjepit Potensi Lokal

Deretan jersey berwarna putih dan biru bertuliskan PSIM di bagian dada, syal rajutan yang juga berawarna dan bertuliskan yang sama serta pernak-pernik berupa bordiran dan gantungan kunci bergambar logo PSIM masih tertata rapi di etalase toko berukuran sekitar 24 meter persegi tersebut.

Toko bernama Nous Sport itu berada tepat di samping kompleks wisma pemain PSIM dan Stadion Mandala Krida. Namun, lokasi itu tidak membuat puluhan aksesori PSIM diburu para peminat dan pecinta klub berlogo tugu tersebut.

Sahabat, salah seorang karyawan toko mengaku sepinya pembeli lantaran saat ini memang tengah tidak ada kompetisi.

Meski begitu, ia mengaku kebijakan dari PT Liga Indonesia yang melarang penonton membawa atribut dalam bentuk apapun menjadi penyebab menurunnya penjualan jersey yang dijual dengan harga Rp60.000.

Penurunannya sendiri, ujar pria yang biasa disapa Abat ini, dibandingkan dengan musim kompetisi 2010/2011 lalu bisa mencapai lebih dari 20%.

“Pada musim kompetisi lalu, dalam sehari, saya bisa menjual setidaknya dua jersey dalam sehari, sekarang satu potong jersey terjual dalam sehari saja sudah bagus,” ujarnya.

Kalaupun ada pembeli, tak lagi didominasi suporter dari Jogja. Kebanyakan pembeli adalah para pecinta PSIM yang berada di luar Jawa. “Mereka membeli biasanya lebih dari satu untuk oleh-oleh. Siap-siap jika PSIM main di kota mereka,” ujarnya.

Sementara untuk jersey orisinal, ia mengaku mendapatkan titipan langsung dari manajemen PSIM sebanyak 5-10 potong saja. ‘Itu pun hanya jersey latihan. Dalam 10 hari saja sudah habis,” katanya.

Situasi tak jauh beda diungkapkan PJS The Maident, Hari Santosa. Ia menceritakan sejak berdirinya The Maident 2010 lalu, pihaknya sudah berinisiatif untuk menjual jersey dan beberapa aksesori bercorak PSIM.

“Ketika itu, kami belum punya toko seperti sekarang. Masing-masing anggota kami yang menjualnya sendiri-sendiri,” ujarnya.

Sama dengan toko tempat Sahabat bekerja, toko milik The Maident pun sepi. Larangan membawa atribut bagi penonton yang hendak datang ke Stadion Mandala Krida memang membuat omzet mereka menurun drastis dari yang semula rata-rata Rp200.000-Rp300.000 per bulan, kini malah kosong.

Dia berharap di musim kompetisi mendatang, PSSI mengeluarkan kebijakan yang berbeda. “Yang membolehkan kami membawa atribut ke stadion. Bagaimanapun, atribut adalah kebanggaan kami,” akunya.

Selain itu, jebloknya prestasi PSIM juga menjadi salah satu faktor penyebab merosotnya penjualan. “Tapi saya yakin, ini hanya berlaku bagi pembeli dari kalangan umum. Kalau dari kalangan suporter saya percaya, bagaimanapun keadaan PSIM, mereka tetap akan setia mendukung,” jelasnya.

Sementara, jika ada pembeli yang menanyakan jersey orisinal PSIM, ia segera merekomendasikannya untuk datang langsung ke kantor manajemen. “Kami pernah dititipi pada pertengahan musim lalu, tapi bukan jersey tim, cuma jersey latihan,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya