SOLOPOS.COM - Trofi Piala Dunia (FIFA)

Solopos.com, SOLO–Masih subur dalam ingatan kemeriahan Piala Dunia Qatar pada tahun lalu. Tribune stadion dipadati ribuan suporter yang bersorak sorai mendukung tim jagoan mereka.

Wajah dirias dengan ornamen bendera negara peserta. Tak lupa jersey selalu dikenakan dan syal menyempurnakan penampilan.

Promosi Alarm Bahaya Partai Hijau di Pemilu 2024

Theme song Dreamers, Hayya Hayya, dan lagu resmi Piala Dunia 2022 lainnya kerap menjejali telingan penduduk kota tempat digelarnya pertandingan dan tentu saja para suporter.

Wajah Jungkook seketika terbayang saat soundtrack Dreamers terdengar. Personel K-Pop ternama BTS itu merupakan penyanyi lagu tersebut. Penampilannya saat upacara pembukaan Piala Dunia 2022 memukau mata warga dunia.

Puncaknya, jutaan pasang matang melihat sang megabintang Lionel Messi mengangkat trofi Piala Dunia dengan mengenakan jubah bisht, jubah kebesaran untuk perayaan di negara-negara Arab.

Semua orang bergembira, terlebih penduduk Argentina. Betapa bangganya mereka melihat kapten La Abliceleste dan kolega berdiri di panggung megah, berjingkrak, dihiasai ornamen-ornamen yang beterbangan, dan bergiliran mencium dan mengangkat trofi Piala Dunia.

Stadion Lusail pada Minggu, 18 Desember 2022, malam menjadi saksi saat Argentina menjadi kampiun ajang paling bergengsi di dunia itu seusai mengandaskan Prancis lewat drama adu penalti dengan skor 3 (4)-(2) 3.

Tak bisa dimungkiri, Qatar sukses besar dalam menyelenggarakan turnamen sepak bola terakbar sejagat itu. Itu tak terlepas dari persiapan yang matang dan tentu saja pengeluaran yang jor-joran.

Qatar memang mengukir sejarah sebagai tuan rumah yang mengeluarkan anggaran Piala Dunia paling besar. Lantas Piala Dunia 2022 Qatar yang digelar 20 November-18 Desember itu disebut sebagai Piala Dunia termahal dalam sejarah.

Forbes mencatat Qatar diperkirakan menghabiskan dana senilai US$220 miliar atau setara Rp3.410 triliun (kurs Rp15.500) sejak pertama kali ditunjuk sebagai tuan rumah Piala Dunia pada akhir 2010.

Nominal yang digelontorkan Qatar tersebut tercatat 15 kali lipat lebih besar dibanding pengeluaran Rusia saat menjadi tuan rumah Piala Dunia 2018.

Informasi dari berbagai sumber, saat itu Rusia menggelontorkan anggaran US$14 miliar atau setara Rp199,3 triliun (kurs Rp14.293)

Berikut perician anggaran Piala Dunia 2022 Qatar:

  • Total anggaran yang digelontor Rp3.410 triliun
  • Anggaran Rp154,7 triliun di antaranya untuk membangun tujuh
    stadion dan merenovasi satu stadion.
  • Pengamanan turnamen Rp15,4 triliun.
  • Anggaran ratusan triliun rupiah untuk transportasi, akomodasi,
    telekomunikasi, dan infrastruktur keamanan.
  • Anggaran Rp557 triliun untuk membangun metro atau kereta
    bawah tanah di Doha dan sekitarnya, bandara baru, jalan raya,
    dan 100-an hotel.
  • Total anggaran Rp3.410 triliun itu dihitung sejak Qatar
    dianugerahi hak tuan rumah Piala Dunia pada 2010 (12 tahun
    lalu)
  • Rata-rata dana yang dikeluarkan Qatar Rp283 triliun/tahun.
  • Jika PDB Qatar 2022 Rp2.732 triliun menjadi patokan,
    anggaran Rp283 triliun itu sama dengan 10% dari PDB Qatar.
  • Qatar tak akan mendapatkan bagian dari pemasukan FIFA.

Mengingat kompleksitas dan besarnya pengorbanan yang dibutuhkan dalam menyelenggarakan Piala Dunia, penentuan tuan menjadi sangat krusial.

Oleh karena itu, FIFA selaku induk federasi sepak bola dunia selalu cermat dalam menentukan tuan rumah Piala Dunia.

Sejak kali pertama digelar, Piala Dunia selalu digelar di satu negara. Lalu pada 2002, untuk kali pertama dalam sejarah Piala Dunia digelar di dua negara dalam satu benua yakni di Korea Selatan (Korsel) dan Jepang (Asia). Tentu pelaksanaannya semakin kompleks.

Lalu pada 2026 nanti Piala Dunia kembali mencatatkan sejarah sebagai Piala Dunia pertama yang digelar di tiga negara yakni Kanada, Meksiko, dan Amerika Serikat, 11 Juni-19 Juli.

Tahapannya sudah dimulai dari sekarang. Indonesia turut ambil bagian dalam upaya menembus putaran final Piala Dunia 2026 dari zona Asia. Ini tak mustahil meski juga tak mudah.

Namun, setidaknya Indonesia telah mengawali kualifikasi Piala Dunia 2026 dengan bagus, dua kali mengandaskan Brunei Darussalam dengan agregat 12-0 dalam laga kualifikasi fase pertama zona Asia.

Skuad Garuda asuhan Shin Tae-yong masih harus menjalani laga berat di fase dua di Grup F bersama Irak, Vietnam, dan Filipina.

Piala Dunia 2030

FIFA juga telah mengumumkan negara tuan rumah Piala Dunia 2030. Keputusan FIFA mengejutkan yakni menunjuk banyak negara sebagai tuan rumah. Bahkan, tuan rumah yang ditunjuk berada di tiga benua yakni Amerika, Afrika, dan Eropa.

Tak bisa dibayangkan bagaimana kompleksnya perhelatan Piala Dunia tujuh tahun lagi itu.

Sebenarnya FIFA menunjuk Spanyol, Portugal (Eropa), dan Maroko (Afrika) sebagai tuan rumah bersama (utama). Namun, tiga pertandingan pembukaan akan berlangsung di Uruguay, Argentina, dan Paraguay (Amerika) untuk menandai ulang tahun keseratus Piala Dunia.

Keenam negara pelaksana Piala Dunia 2030 akan menerima tiket otomatis menjadi peserta Piala Dunia.

Keenam negara itu berada di lima zona waktu, tiga benua, dan memiliki dua musim yang berbeda. Tapi bagaimana semuanya akan berjalan? Apa dampaknya bagi para pemain dan penggemar sepak bola di penjuru dunia? Ikuti ulasannya berikut ini.

Dikutip Solopos.com dari BBC Sports, Selasa (31/10/2023), Uruguay, Paraguay, dan Argentina masing-masing akan menjadi tuan rumah satu pertandingan di awal turnamen Piala Dunia 2030 mendatang.

Itu untuk menandai 100 tahun kompetisi ini yang kali pertama diadakan di Montevideo.

Ibu Kota Uruguay itu akan menggelar pertandingan pembuka dan disusul pertandingan di Argentina dan Paraguay.

Sisa laga turnamen yang diikuti 48 tim tersebut akan berlangsung di Afrika bagian utara dan Eropa.

Artinya, setelah pertandingan awal di Amerika Latin itu selesai, turnamen akan dibagi ke tiga negara, seperti yang direncanakan untuk Piala Dunia 2026.

Bukan hanya itu, negara peserta Piala Dunia juga akan ditambah menjadi 48 tim, yang untuk pertama kalinya diselenggarakan pada Piala Dunia 2026 di 16 kota tuan rumah Amerika Serikat (AS), Meksiko, dan Kanada.

Hal ini seiring dengan keputusan FIFA untuk mempertahankan format grup yang terdiri atas empat tim. Berarti jumlah pertandingan akan bertambah dari 80 menjadi 104, bersamaan dengan diperkenalkannya babak 32 besar yang baru.

Meskipun hanya satu dari 22 pelaksanaan Piala Dunia sebelumnya yang memiliki lebih dari satu negara tuan rumah, peningkatan skala turnamen ini memiliki arti bahwa penawaran dari multinegara mungkin menjadi lebih menarik bagi calon negara tuan rumah.



Potensi Laga di 2 Musim Berbeda

Pergantian belahan bumi berarti bahwa beberapa tim mungkin akan mengalami skenario aneh dengan bermain di dua musim berbeda pada Piala Dunia yang sama.

Mereka yang akan tampil di salah satu dari tiga pertandingan pembukaan di Amerika Selatan sebelum melanjutkan sisa turnamen mereka di Eropa atau Afrika Utara, akan beralih dari musim dingin ke musim panas dalam hitungan hari.

Pada Juni, Uruguay mengalami suhu rata-rata sejuk antara 8 derajat Celcius dan 15 derajat Celcius di musim dingin. Sementara, pada saat yang sama suhu di Maroko bisa mencapai di atas 30 derajat Celcius.

Negara tetangganya, Argentina, memiliki suhu yang sama dengan Uruguay. Sedangkan, di utara, Paraguay memiliki rata-rata suhu tertinggi 23 derajat Celcius.

Namun suhu tersebut masih jauh lebih dingin dibandingkan musim panas yang diperkirakan terjadi di beberapa wilayah Spanyol dan Portugal, seperti Maroko, yang memiliki rata-rata suhu maksimum harian sekitar 35 derajat Celcius pada Juli.

Soal Perjalanan, Penjadwalan, dan Lingkungan

Rincian pelaksanaan Piala Dunia 2023 lebih lanjut akan diungkapkan pada waktunya. Namun, jelas akan diperlukan perjalanan ekstra yang signifikan bagi semua yang terlibat, termasuk para penggemar yang ingin menyaksikan tim mereka berlaga.

Jika hal ini terjadi, perpindahan yang diperlukan antarbenua dan antarnegara akan memakan biaya yang sangat besar.

Penjadwalannya juga bisa menjadi masalah bagi mereka yang menonton dari jauh, tentunya pada tahap awal, dengan perbedaan waktu lima jam antara Paraguay dan Spanyol.

Hal ini memberikan kendala tambahan bagi para pemain yang bertarung di pertandingan pembukaan di Amerika Selatan, dengan waktu penerbangan rata-rata sekitar 13 jam antara Argentina dan Spanyol.



Perjalanan ekstra ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai komitmen FIFA terhadap isu keberlanjutan (sustainability) setelah mereka mengeklaim bahwa Piala Dunia di Qatar 2022 karbon netral, yang disebut berbahaya dan menyesatkan oleh para aktivis lingkungan hidup.

Berdasarkan perkiraan Badan Sepak Bola Dunia itu sendiri, Piala Dunia 2026, yang diprediksi akan menghasilkan potensi peningkatan keuntungan mencapai hampir Rp10 triliun (£521 juta), akan menjadi turnamen dengan emisi paling besar yang pernah diselenggarakan.

Penjelasan FIFA

Presiden FIFA Gianni Infantino mengatakan keputusan memperluas Piala Dunia didorong oleh kebutuhan agar turnamen tersebut lebih inklusif dan sama sekali bukan perebutan uang hingga kekuasaan.

“FIFA sepenuhnya menyadari bahwa perubahan iklim adalah salah satu tantangan paling mendesak di zaman kita dan percaya bahwa hal ini mengharuskan kita untuk segera mengambil tindakan iklim yang berkelanjutan,” kata Intantino kepada BBC Sport.

“FIFA juga sepenuhnya menyadari dampak dari peristiwa besar terhadap perekonomian, lingkungan alam, dan masyarakat serta komunitas, dan telah melakukan upaya besar untuk mengatasi dampak tersebut,” imbuh dia.

FIFA menyebut akan menerapkan strategi keberlanjutan yang kuat untuk acara tersebut. FIFA akan melakukan segala kemungkinan untuk memaksimalkan pengalaman tim, penggemar, dan ofisial sambil meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan.

Mimpi Buruk Logistik dan Nasib Para Penggemar

Piala Dunia selalu identik dengan negara tuan rumah, rangkaian pertunjukan di acara tersebut, dan kesempatan bagi para tim dan penggemar untuk terlibat dalam budaya yang lebih luas.

Dengan adanya beberapa negara tuan rumah, kemungkinan besar banyak negara peserta akan memiliki pengalaman berbeda di turnamen yang sama.

Jika proposal tersebut disetujui pada kongres FIFA tahun depan, Maroko akan menjadi negara Afrika kedua yang menjadi tuan rumah setelah Afrika Selatan pada 2010.



Portugal akan menjadi tuan rumah untuk kali pertama, sementara Spanyol belum pernah lagi menjadi tuan rumah sejak tahun 1982.

Namun, apakah kegembiraan bagi mereka yang ingin menyaksikan secara langsung pertandingan itu dipengaruhi oleh skala dan biaya yang terkait dengan turnamen mendatang?

“Bagi seorang penggemar, ini akan menjadi mimpi buruk secara logistik,” kata penggemar sepak bola Inggris Garford Beck, yang melakukan perjalanan untuk menonton tim di turnamen besar ketika Piala Dunia 2018 Rusia, mengatakan kepada BBC Radio 5 Live.

“Sungguh mengerikan di Rusia, perjalanan dari Moskow ke Samara untuk perempat final memakan waktu 18 jam sekali jalan dengan kereta. Saya pikir apa yang tidak mereka pahami adalah bahwa para penggemar tidak menyukai turnamen di dua negara, apalagi di tiga hingga enam negara,” imbuhnya.

Daftar negara yang pernah menjadi tuan rumah dan juara Piala Dunia sepanjang sejarah selengkapnya dapat dilihat di inforgrafis berikut ini:

Infografis Juara Piala Dunia (Solopos/Khoirul Tri Candra P)
Infografis: Khoirul Tri Candra P



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya