SOLOPOS.COM - Pesepak bola Timnas Indonesia Ji Da Bin berebut bola dengan pesepak bola Timnas Ekuador Ivis Davis dalam pertandingan babak penyisihan Grup A Piala Dunia U-17 2023 di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (10/11/2023). (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/rwa).

Solopos.com, SOLO–Ada beberapa catatan penting untuk timnas U-17 Indonesia yang baru saja menghadapi Ekuador dalam matchday 1 babak penyisihan Grup A Piala Dunia U-17 di Stadion Gelora Bung Tomo (GBT) Surabaya, Jumat (10/11/2023).

Indonesia mengawali perjalanan debut di Piala Dunia U-17 2023 dengan mengemas satu poin seusai bermain imbang 1-1 melawan Ekuador pada matchday 1 penyisihan Grup A.

Promosi Pemimpin Negarawan yang Bikin Rakyat Tertawan

Indonesia sempat unggul lebih dulu melalui gol yang diciptakan penyerang Persis Solo Arkhan Kaka Purwanto pada menit 22, sebelum akhirnya Ekuador menyamakan kedudukan menjadi 1-1 enam menit kemudian.

Hasil ini tak terlalu mengecewakan. Meski seri, hasil ini terasa seperti kemenangan bagi tim Merah Putih mengingat lawan yang dihadapi merupakan tim terkuat di Grup A dan paling berpengalaman di turnamen dua tahunan itu.

Namun, ada beberapa catatan positif dan negatif untuk timnas U-17 Indonesia berdasar laga melawan Ekuador itu. Berikut ini ulasannya dikutip dari laman resmi FIFA, fifa.com, Jumat:

1. Winger Riski Afrisal dan Kiper Ikram Al Giffari Mencuri Perhatian

Pemain sayap Madura United Riski Afrizal menjadi sorotan sepanjang pertandingan. Dia memiliki kecepatan, determinasi, dan olah bola mumpuni.

Bermain di sisi kiri, Riski mampu menjalin komunikasi yang baik dengan Andre Pangestu maupun Welberlieskott Jardim yang beroperasi di belakang. Tak jarang Riski membantu keduanya dalam bertahan.

Afrisal menjadi sosok penting yang memberikan asisst atau umpan kepada Arkhan Kaka yang akhirnya berbuah gol dan membuat momen bersejarah bagi Indonesia.

Selain Afrisal, kiper Ikram Al Giffari juga tampil gemilang. Dia sukses melakukan penyelamatan penting yang menghindarkan skuad Garuda Muda dari kebobolan, terutama di babak kedua.

Ikram mampu bermain tenang di tengah gempuran Ekuador.

2. Indonesia Kesulitan Mengembangkan Permainan Seusai Kebobolan

Meski ditekan oleh penyerang Michael Bermudez dan kawan-kawan di tim Ekuador sejak menit pertama, pertahanan Indonesia yang dikapteni Iqbal Gwijangge terbukti cukup tenang untuk mengantisipasi serangan lawan.

Bahkan keunggulan mereka lewat gol Arkhan Kaka di menit ke-22 cukup membuat tim asuhan Bima Sakti perlahan percaya diri.

Namun, serangan balik cepat yang diakhiri sundulan Allen Obando ke gawang Ikram Al Giffari mulai membuat Garuda Muda goyah.

Seusai Ekuador menyamakan kedudukan, mereka kesulitan mengembangkan permainan, bahkan sempat kebobolan lagi melalui Obando meski akhirnya golnya dianulis karena lebih dulu terjadi offiside.

Timnas U-17 Indonesia juga cukup banyak melakukan kesalahan elementer dalam mengoper bola. Akibatnya, lawan mendapatkan bola dengan mudah.

Kesalahan mendasar seperti itu harusnya tak boleh terjadi di laga sebesar Piala Dunia U-17. Ini menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan agar tak terulang lagi pada dua laga berikutnya.

3. Skema Long Ball Belum Efektif

Bertinggi 187 sentimeter, Arkhan Kaka menjadi menara gading yang diharapkan mampu menggetarkan jala lawan Indonesia di Piala Dunia U-17 FIFA lewat sundulannya.

Sayangnya, suplai bola yang diberikan kepada penyerang Persis Solo ini masih jauh dari harapan. Skema long ball yang belum berhasil dari Bima Sakti membuat Garuda Muda gagal menambahkan keunggulan.

Hal ini berbanding terbalik dengan Ekuador yang mampu mencetak gol lewat sundulan Obando yang tiga sentimeter lebih pendek dari Kaka.

Pada babak kedua, Indonesia berhasil menunjukkan kualitasnya dalam bertahan. Namun variasi serangan perlu dipikirkan Bima Sakti kala menghadapi Panama dan Maroko di sisa pertandingan Grup A Piala Dunia U-17 Indonesia 2023.

4. Faktor Fisik Jadi Masalah

Faktor fisik pemain kerap menghantui setiap kali timnas Indonesia menjalani laga internasional di level apa pun. Dengan tensi pertandingan melawan tim asal Amerika Selatan, ditambah tekanan di event sebesar Piala Dunia, Garuda Muda mengalami sejumlah masalah fisik di lapangan.

Terkaparnya sejumlah pemain seperti Andre Pangestu dan Ji Da Bin di lapangan, menjadi bukti pemusatan latihan (TC) di Jerman selama lima pekan belum cukup untuk meningkatkan fisik sejumlah pemain.

Atau TC malah justru membuat para pemain terlalu letih hingga mengalami burn-out.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya