SOLOPOS.COM - Warga menggunakan lapangan kampung untuk bermain sepak bola di lapangan Persatuan Sepak Bola Anggrek Semi (PSAS) Dusun Klaruan, Palur, Mojolaban, Sukoharjo, belum lama ini. (Istimewa/Dok Rahayu)

Solopos.com, SOLO – Animo masyarakat terhadap sepak bola sebagai olahraga paling populer sejagad kian hari kian meningkat. Prestasi sepak bola nasional yang semakin baik dan semangat pemain muda untuk berkembang bukan hanya di wilayah perkotaan namun juga sampai ke perkampungan.

Beberapa tahun belakangan ini mulai populer istilah pertandingan tarkam atau akronim antarkampung. Kemudian, muncul gerakan anak muda yang hobi sepak bola sekaligus medsos menikmati sepak bola sebagai football traveler.

Promosi Komeng Tak Perlu Koming, 5,3 Juta Suara sudah di Tangan

Football traveler merupakan perpaduan antara hobi, eksistensi dan medsos. Terdapat event organizer yang mengorganisasi pehobi sepak bola untuk ikut main sepak bola di lapangan yang cantik. Setelah itu, selalu dibarengi dengan sesi foto-foto yang diunggah ke media sosial.

Rahayu yang merupakan ahli turfgrass dari Fakultas Pertanian UNS yang juga konsultan lapangan Stadion Manahan itu turun ke kampung untuk membangun sport tourism di lokasi setempat.

Menurutnya animo terhadap kualitas lapangan sepak bola yang juga merambah sampai level desa/kampung tentu menjadi tantangan sekaligus peluang tersendiri bagi para peneliti dan lembaga pendidikan tinggi untuk mengimplementasikan Tri Darma Perguruan Tinggi berupa pengabdian masyarakat.

Lapangan Persatuan Sepak Bola Anggrek Semi (PSAS) Dusun Klaruan RT 001/RW 014, Desa Palur, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo dipilih sebagai mitra pengabdian

“Solo sudah berkembang, ini mencoba model baru membangun dari pinggiran, seiring dengan kerjasama kampus dengan swadaya dana desa. Dana desa untuk pemberdayaan, dan lapangan merupakan salah satu objek yang bisa dicarikan pendampingnya dari program pengabdian kampus dana hibah. Lapangan kadang menarik bagi para donatur untuk andil Bali mbangun desa,” kata Rahayu kepada Solopos.com, Senin (18/9/2023).

Menurutnya lapangan kampung ini dapat dipasarkan secara komersial untuk pusat latihan dan juga pertandingan. Sehingga sport tourism sebagai bagian ekonomi kreatif dapat dirasakan oleh pihak desa sebagai pemilik lahan lapangan. Dia menambahkan beberapa desa mengelola aset desa dan dana desa dengan membentuk Bumdes. Sehingga desa bisa mendapat penghasilan dari lapangan kampung yang cantik.

Rahayu mengakui untuk mempercantik lapangan perlu proses panjang. Penggunaan sumberdaya lokal dan biaya yang murah menjadi kunci utama.

“Sumberdaya lokal yang penting yakni rumput, tanah media dan pasir. Kami menggunakan rumput grinting yang disebut juga rumput bermuda atau cynodon dactylon. Meskipun disebut gulma, tapi menanam rumput ini secara murni dapat membentuk lapangan yang menarik dan impresif yang murah meriah,” sambung Rahayu.

Menurutnya untuk pengolahan tanah sejak 2022 lalu itu menggunakan pasir kali Bengawan Solo. Lewat sentuhannya, kondisi permukaan lapangan yang awalnya kurang rata menjadi lebih rata lalu drainase air merata ke segala arah samping lapangan. Pertumbuhan rumput menjadi lebih merata dan tidak terdapat genangan ketika musim penghujan.

“Jumlah kerikil hampir tidak ada, jika dibandingkan dengan kondisi awal yang jumlahnya masih sangat banyak,” kata dia.

Rahayu mengungkapkan meskipun menggunakan rumput lokal tapi lapangan ini juga menggunakan teknologi canggih yakni model atap limasan untuk mengurangi genangan. Teknologi tempurung kura-kura dibuat dengan membuat sisi tengah lapangan lebih tinggi dibandingkan dengan tepi lapangan.

Lewat anggaran P2M LPPM UNS dan swadaya masyarakat, Rahayu meyakini kegiatan ini telah berhasil mengedukasi kepada masyarakat desa tentang pengetahuan dan teknologi rehabilitasi lapangan.

Indikator yang diterapkan menunjukkan lapangan memiliki kualitas yang jauh lebih baik untuk digunakan. Fasilitas lapangan sepak bola yang memadai dan sesuai dengan standar akan meningkatkan kenyamanan dan menunjang perkembangan atlet sepak bola.

Rahayu menambahkan jenis rumput grinting atau cynodon dactylon merupakan rumput lokal berkualitas. Rumput ini adalah tumbuhan yang dapat memperbaiki kerusakan ekologi termasuk tanah. Rumput ini bisa tumbuh dengan baik tanpa banyak penambahan pupuk kimia. Ketersediaan C. dactylondi wilayah sekitar lapangan cukup banyak dan pembiakannya mudah.

Pengurus lapangan, Sri Teteki, mengatakan setelah mendapat sentuhan Rahayu dan tim, banyak pihak dari berbagai instansi tertarik menggunakannya dalam berbagai ajang dan aktivitas. Saat ini tercatat sudah ada dia member tetap yang menyewa lapangan yakni dari PSTM (Persatuan sepak bola Desa Ngringo) dan PPDS Cardio Universitas Sebelas Maret.

“Bulan September ini semua hari dari senin sampai minggu sudah full, banyak sekali yang menyewa lapangan ini, selain member banyak juga yang booking bahkan sampai bulan depanpun sudah ada jadwal pemakaian lapangan dari pihak eksternal”, ungkap Sri Teteki.

Dia menambahkan UMKM sekitar Dusun Klaruan juga turut menuai manfaat dari adanya lapangan sepak bola ini. Pedagang dan UMKM sekitar turut serta menggelar lapaknya di area luar lapangan, terlebih saat ada turnamen sepak bola atau event tertentu yang diselenggarakan.

Hal ini tentu sangat membantu meningkatkan geliat aktivitas ekonomi warga sekitar. Pemasukan yang didapatkan dari penyewaan pihak eksternal juga dimanfaatkan untuk terus mengembangkan infrastruktur fasilitas pendukung seperti kamar mandi dan pembuatan sumur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya