SOLOPOS.COM - Sejumlah warga beraktivitas di kawasan Stadion Manahan, Solo, Senin (2/10/2023). Pemerintah Kota Solo akan mensterilkan kawasan Stadion Manahan Solo pada 10 Oktober 2023 dan kawasan shelter Manahan pada 25 Oktober 2023 jelang Piala Dunia U-17 yang akan berlangsung 10 November 2023 hingga 2 Desember 2023. (Solopos/Joseph Howi Widodo)

Solopos.com, SOLO – Sejarah singkat Stadion Manahan Solo yang terpilih menjadi salah satu dari empat stadion di Indonesia untuk menggelar Piala Dunia U-17 2023. Isimewanya lagi, Stadion Manahan juga ditunjuk untuk menjadi tuan rumah laga final sekaligus penutupan piala dunia, Sabtu (2/12/2023) nanti.

FIFA menunjuk langsung Stadion Manahan sebagai lokasi pertandingan final. Dikutip dari Antara, Ketua Umum PSSI, Erick Thohir mengatakan, Stadion Manahan ditunjuk sebagai tempat final Piala Dunia U-17 2023 karena sebelumnya memang sudah disiapkan untuk laga final Piala Dunia U-20 yang urung digelar di Indonesia.

Promosi Pemilu 1955 Dianggap Paling Demokratis, Tentara dan Polisi Punya Partai Politik

“Sesuai pembicaraan dengan FIFA, Final Piala Dunia U-20 diadakan di Stadion Manahan. Jadi slot semifinal dan final diadakan di Stadion Manahan,” kata dia.

Secara sejarah, dikutip dari laman resmi Pemkot Solo, Stadion Manahan, diresmikan pada tanggal 21 Februari 1998 oleh Presiden Soeharto. Stadion ini memiliki sejarah panjang dalam perkembangannya. Salah satunya, Manahan merupakan stadion yang dipilih untuk menyelenggarakan event olahraga difabel terbesar di Asia Tenggara, yaitu ASEAN Para Games pada tahun 2011.

Catatan dan sejarah Stadion Manahan juga ada di buku Djokja Solo, Beeld van de Vostensteden, yang disusun oleh M.P van Bruggen dan R.S Wassing e.a, tahun 1998. Dahulu, lokasi tersebut berupa taman yang diapit Mangkubumen – Beatrixlaan (sekarang Jl. Adi Sucipto dan Jl. Mentri Soepomo). Lokasi tersebut milik bangsawan Mangkunegaran yang memang gemar memanah. 

Seiring berkembangnya zaman, tempat pacuan kuda yang awalnya berada di Balapan di pindah ke area Manahan. Alasannya, Balapan akan digunakan sebagai stasiun oleh pemerintah kolonial Belanda, sedangkan Mangkunegaran juga punya ambisi memiliki tempat untuk olahraga dan rekreasi yang bisa menyaingi Taman Sriwedari milik Keraton Kasunanan.

Thomas Karsten, ditunjuk sebagai arsitek pengerjaan kawasan Manahan. Pria yang terkenal merancang sejumlah lokasi terkenal di Jawa Tengah, seperti Kota Lama Semarang hingga Pasar Gede ini, langsung menyadari potensi dari kawasan Manahan. 

Jadilah kawasan Manahan yang modern dan nyaman dikeliling deretan pepohonan. Fungsi deretan pepohonan tersebut sebagai paru-paru kota serta daerah resapan air. Kawasan Manahan kemudian diresmikan tahun 1922 sebagai lapangan pacuan kuda.

Fungsi Manahan kemudian kembali berubah setelah kemerdekaan RI dan sempat beberapa tahun terbengkalai. Hingga akhirnya yayasan Tien Soeharto mengubahnya menjadi stadion sepak bola seperti yang dikenal saat ini, pada 1989 dan baru diresmikan pada 21 Februari 1998.

Stadion Manahan kemudian menjadi rumah bagi sejumlah kesebelasan seperti Pelita Solo dan Persijatim Solo FC yang merupakan tim “perantauan”, serta Persis Solo sebagai klub asli Solo.

Stadion Manahan dua kali menjalani renovasi yaitu pada 2008 dan 2018. Stadion Manahan saat ini berkapasitas 20.000 penonton dengan single seat.

Stadion Manahan juga menjadi langganan untuk menggelar berbagai kejuaraan, mulai dari puncak peringatan Hari Olahraga Nasional (HAORNAS) ke XVI tahun 1999, Pekan Olahraga Provinsi Jawa Tengah (Porprov Jateng)2009, semifinal dan final Liga Divisi Utama 2009/2010, ASEAN Para Games 2011, 2022, dan terkini tuan rumah Piala Dunia U-17 2023.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya